Kamis, 04 November 2010

Makalah tentang Sirah Nabi Muhammad SAW

KONSEPSI TRADISI PRA ISLAM,

MASA NABI MUHAMMAD

DAN TRANSFORMASI NILAI ISLAM

A. Pendahuluan

Sebelum Nabi Muhammad diutus, umat manusia hidup dalam keadaan gelap gulita, penuh dengan segala macam kerusakan moral dan kebodohan. Keadaannya hampir menjerumuskan mereka ke dalam kehancuran total. Sebagai contoh, di negeri Arab orang-orang menyembah berhala dan patung yang mereka ciptakan sendiri.

Islam diturunkan di negeri Arab pada masa adanya kebutuhan yang mendesak dari seluruh umat manusia akan agama baru. Karena, pada masa itu ajaran para rasul terdahulu sudah tidak diindahkan lagi oleh manusia di seluruh negeri di dunia, baik di timur maupun di barat.

Allah SWT memerintahkan umat manusia agar menganut agama Islam dan mengerahkan seluruh kehidupannya untuk menyakini dan mematuhi ajaran-ajaran-Nya. Tujuannya adalah supaya manusia dapat mencapai keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam segala aspek kehidupan dunia dan akhirat, baik material maupun spiritual. Perintah Allah SWT untuk memeluk ajaran Islam dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, diantaranya surat Ali Imran ayat 102 yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

B. Arab Pra Islam dan Realitas Sekitarnya

Mekah pada masa kelahiran Nabi Muhammad adalah sebuah kota yang amat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupuin karena kedudukannya. Dengan adanya ka’bah yang berada di tengah-tengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah didatangi untuk beribadah dan berziarah, didalamnya terdapat 360 berhala yang mengelilingi patung dewa utama, Hubal. Pada saat itu Mekah kelihatan makmur dan kuat.

Masyarakat Arab ketika itu hidup berdasarkan kesukuan, wilayahnya kebanyakan terdiri dari padang pasir dan stepa. Mayoritas penduduknya adalah suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan padang pasir dan nomadic, berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari air dan padang rumput bagi binatang-binatang gembala. Sebagian lainnya adalah penduduk yang menetap di kota-kota seperti Mekah dan Madinah. Secara keseluruhan mata pencaharian yang penting adalah menggembala, berdagang dan bertani.

Peperangan antar suku adalah suatu kejadian yang sering terjadi sejak lama. Organisasi dan identitas social berakar pada keanggotaan dalam suatu masyarakat yang luas. Satu kelompok yang terdiri dari beberapa keluarga membentuk kabilah atau suku (klan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku yang dipimpin oleh seorang syekh. Masyarakat umumnya sangat menekankan hubungan kesukuan. Kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Seseorang banyak bergantung pada kehidupan suku yang sering saling menyerang.

C. Nabi Muhammad; Masa Lahir, Remaja dan Dewasa

1. Masa Kelahiran Nabi Muhammad

Nabi Muhammad adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Bani Hasyim memang termasuk dalam sepuluh pemegang jabatan tertinggi dalam masyarakat Mekah. Jabatan itu adalah Siqoyah, yakni pengawas mata air zam-zam untuk dipergunakan oleh para peziarah. Walaupun demikian, jabatan itu kurang memberikan kekuasaan dan kurang menguntungkan dibandingkan dengan jabatan yang lain. Dengan demikian Nabi Muhammad berasal dari kalangan terhormat yang relative miskin.

Ayah Muhammad adalah Abdullah, putra Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Pengaruh Abdul muthalib yang besar ini bukan karena jabatannya tetapi karena sifat dan pembawaan pribadinya. Ibu Muhammad adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun ibunya, silsilah Nabi Muhammad SAW sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Tahun kelahiran Nabi Muhammad dikenal denagan nama tahun gajah. Dinamakan demikian karena pada tahun itu terjadi suatu peristiwa besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan Ka’bah. Pasukan gajah itu dipimpin oleh Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi di Yaman. Latar belakang serbuan itu adalah keinginan Abrahah untuk mengambil alih peranan kota Mekah dengan Ka’bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan bangsa Arab.

Mengingat tentara Abrahah yang besar dan kuat itu, Abdul Muthalib dan penduduk Mekah sadar bahwa meraka tidak akan mampu melawannya. Sebab itu dia menganjurkan penduduk mengungsi ke luar kota. Pertahanan Ka’bah diserahkan kepada Tuhan. Abdul Muthalib berdo’a : “Ya Tuhan, tak ada orang yang dapat kami harapkan kecuali Engkau. Selamatkanlah rumah-Mu dari serangan mereka. Muasuh rumah-Mu adalah musuh-Mu.”

Tentara Abrahah hancur karena terserang wabah penyakit yang mematikan yang dibawa oleh burung Ababil yang melempari tentara gajah. Peristiwa ini disebutkan dalam Al-Qur’an pada surag Al-Fiil ayat 1-5

Beberapa bulan setelah serbuan tentara gajah Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki, yaitu Muhammad SAW. Ia lahir pada malam menjelang dini hari Senin tanggal 12 Rabiulawal tahun gajah yang bertepatan dengan 20 April 570.

Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah menikahi Aminah. Nama Muhammad diberikan oleh Abdul Muthalib kepada cucunya yang artinya orang yang terpuji.

Menurut kebiasaan orang Arab, anak-anak yang baru lahir diasuh dan disusui oleh wanita kampong dengan maksud mendapat udara desa yang bersih serta pergaulan masyarakat desa yang baik bagi pertumbuhan anak-anak. Selain itu juga agar dapat berbicara bahasa Arab dengan fasih. Pada saat itu Muhammad diasuh dan disusui oleh Halimah binti Abi Dua’ib as-Sa’diyah yaitu seorang ibu miskin yang berasal dari desa Sa’ad dekat kota Ta’if.

Sejak kecil Muhammad telah memperlihatkan keistimewaan yang tidak terdapat pada bayi-bayi lain. Pertumbuhan badannya sangat cepat. Pada usia lima bulan sudah dapat berjalan, dan pada usia 9 bulan ia sudah bias berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah dapat dilepas bersama-sama anak Halimah untuk menggembala kambing. Dan pada usia itu Muhammad dikembalikan kepada Aminah di Mekah.

Tidak lama setelah itu, Muhammad kembali dibawah asuhan Halimah karena kota Mekah diserang wabah penyakit. Pada usia 4 tahun Muhammad kembali diserahkan kepada ibu kandungnya.

Dalam usia yang ke-6, Muhammad telah menjadi yatim piatu. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah berfirman yang artinya : “Bukanlah Allah mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Allah mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberimu petunjuk” (QS.93:6-7).

Setelah Aminah meninggal dunia, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena sakit tua. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya Abi Thalib.

2. Masa Remaja Nabi Muhammad

Ketika usia 12 tahun, Muhammad telah tumbuh dengan tubuh yang sehat dan kuat. Siapa saja yang bergaul dengannya akan merasa sayang dan suka kepadanya. Dalam usia itu, Abi Thalib mengabulkan permintaan Muhammad untuk ikut serta dalam kafilahnya ketika ia memimpin rombongan dagang ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan itu kembali terjadi keajaiban yang merupakan tanda-tanda kenabian Muhammad.

Iringan kafilah dalam perjalanannya selalu diikuti oleh segumpal awan bagaikan sebuah payung yang selalu menaunginya. Awan itu manarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang memperhatikan dari atas biaranya di Busra.

Pada usia 15 tahun, ketika terjadi perselisihan dan kemudian peperangan antara suku Hawazin dan suku Quraisy, Muhammad terpaksa ikut membela sukunya. Dia bertugas menyediakan anak panah bagi pamannya dalam perang yang dinamakan Perang Fijar, tetapi ia sendiri tidak pernah membunuh musuh.

Akibat perang itu, Ka’bah menjadi tidak ramai dikunjungi orang pada musim haji yang secara ekonomis menyebabkan penduduk Mekah menderita. Menyaksikan kemiskinan dan penderitaan yang dialami penduduk Mekah tersebut, ketika usia Nabi 20 tahun, ia mendirikan Hilful-Fudhul, sebuah lembaga yang bertujuan membantu orang miskin dan orang-orang yang teraniaya. Melalui lembaga ini sifat-sifat kepemimpinannya mulai tampak dan namanya mulai harum dikalangan masyarakat Mekah. Selain itu juga karena kejujurannya dalam melaksanakan perdagangan ia mendapatkan gelar al-Amin, atau orang yang terpercaya.

3. Masa Dewasa Nabi Muhammad

Pada usianya yang ke-25 atas permintaan Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke Suriah membawa barang dagangannya, ia dibantu oleh Maisarah, seorang pembantu lelaki yang telah lama bekerja pada Khadijah. Sejak pertemuan pertama Khadijah sudah menaruh simpati melihat penampilan Muhammad yang tampan dan sopan. Akhirnya Khadijah mengutus Maisarah dan teman karibnya, Nufasah untuk menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad, dan setelah bermusyawarag dengan keluarganya, lamaran itu akhirnya diterima.

Menjelang usianya yang ke-40, ia sering memisahkan diri dari keramaian masyarakat untuk lebih memusatkan pikiran untuk menemukan jalan keluar agar masyarakat tidak lagi menyembah berhala. Ia sering mengasingkan diri ke gua Hira, sekitar 6 km di sebelah timur laut kota Mekah.

Pada tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus 611, ia melihat cahaya terang benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba malikat Jibril muncul dihadapannya, menyampaikan wahyu Allah SWT yang tertuang dalam al-Qur’an surah al-Alaq ayat 1-5. Meskipun mengandung kekhawatiran, hati Nabi mulai tenang kembali. Beberapa minggu kemudian Jibril datang lagi menyampaikan wahyu QS.68:1-7. wahyu berikutnya adalah awal surah al- Muzammil (ayat 1-9) yang memerintahkan Nabi bangun malam untuk berdzikir dan beribadah dengan tekun kepada Allah dan agar Allah SWT dijadikan sebagai pelindung. Wahyu kedua dan ketiga dimaksudkan untuk mementapkan hati Nabi Muahammad. Baru setelah kemantapan itu menjadi semakin kuat, turun wahyu yang memerintahkan Nabi SAW untuk berdakwah, menyebarkan ajaran-ajaran Allah.

Dalam menghadapi itu semua Khadijah sebagai istrinya mendampinginya dengan sabar. Perkawinan Muhammad SAW dengan Khadijah dikaruniai 6 orang anak, yaitu 2 putra dan 4 putri. Kedua putranya meninggal semasa masih kecil, Muhammad tidak menikah lagi sampai Khadijah meninggal, pada saat Muhammad SAW berusia 50 tahun.

D. Masa Nabi Muhammad di Mekkah

1. Masyarakat Mekkah Pra Islam

a. Kepercayaan Masyarakat Mekkah Pra Islam

Masyarakat kota Mekah sebelum mereka menyembah berhala, batu-batuan dan pepohonan adalah penganut agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS, yaitu agama yang mengajarkan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa mereka wajib percaya dan menyembah. Namun karena adanya keterputusan risalah, akhirnya mereka menyembah selain Allah. Proses perpindahan kepercayaan ini berawal ketika salah seorang pembesar suku Khuza’ah bernama Amir bin Lubai pergi ke syam (syiria). Di kota itu ia melihat tata cara peribadatannya yang sangat aneh yang berbeda dengan tata cara peribadatan yang biasa mereka lakukan, yaitu menyembah berhala. Ia mulai tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan tata cara peribadatan tersebut. Untuk keperluan tersebut Amir meminta sebuah berhala dari suku Amaliqah sebagai kenang- kenangan dan akan dijadikan alat-alat perantara dalam peribadatan masyarakat Arab Mekah. Berhala itu diberi nama Hubal yang kemudian diletakkan di Ka’bah dan dijadikan sebagai pimpinan berhala-berhala lain seperti Latta, Uzza, dan Manat.dengan demikian, masuklah kepercayaan baru kedalam tradisi keberagamaan masyarakat Mekah. Kota Mekah kemudian menjadi pusat penyembahan berhala.

Disamping adanya kepercayaan dan penyembahan berhala yang dilakukan masyarakat Arab kota Mekah pra Islam, terdapat pula kepercayaan lain yang mereka yakini, seperti :

- Menyembah malaikat

- Menyembah Jin, Ruh atau Hantu

Pada saat menjelang kelahiran agama Islam, muncul sekelompok orang dari kalangan masyarakat Arab yang berusaha melepaskan diri dari penyembahan berhala, dan menyebarkan ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Diantara mereka adalah Waraqah bin Naufal, Umayah bin Shalt, Abdullah bin Jahsyi dan Zainal bin Umar. Mereka inilah yang disebut sebagai kelompok orang yang menentang tradisi kepercayaan dan praktik peribadatan yang banyak dilakukan masyarakat Arab di kota Mekah saat itu. Namun, sebelum agama Islam berhasil disiarkan di kota tersebut dan kota-kota lainnya mereka telah tiada.

b. Kondisi Sosial Masyarakat Mekah Pra Islam

Kondisi kehidupan masyarakat Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal dengan sebutan Zaman Jahiliyah. Hal itu dikarenakan kondisi sosial politik, keagamaan dan moralitas (akhlak) masyarakat arab saat itu sudah sangat tidak baik. Kebiasaan-kebiasaan buruk seringkali mereka lakukan, misalnya, meminum arak hingga mabuk, berjudi, berzina, merampok dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan itu mereka lakukan karena dalam kurun waktu yang begitu lama, masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideology agama dan tokoh besar yang membimbing mereka. Selain itu mereka tidak mempunyai system pemerintahan yang ideal dan tidak mengindahkan system dan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat keberagamaan mereka tidak jauh dengan masyarakat primitive.

Dalam hal kepemimpinan politik, masyarakat Arab jahiliyah yang telah terpecah manjadi banyak suku, memiliki seorang pemimpin besar, masing-masing suku memiliki wewenang untuk menentukan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Selain itu, seorang syaikh atau amir tidak memiliki wewenang apapun dalam mengatur anggota kabilahnya.

Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan sangat rendah sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Arabia pra Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan, bahkan lebih hina lagi. Karena wanita sama sekali tidak mendapat penghormatan dalam status social dan tidak memiliki kekuatan apapun untuk melakukan pembelaan. Kaum laki-laki dapat saja mengawini wanita sesuka hatinya dan menceraikan mereka semaunya. Bahkan ada suku yang memiliki tradisi yang sangat buruk yaitu suka mengubur anak perempuan hidup-hidup. Mereka merasa terhina memiliki anak perempuan. Muka mereka akan merah bila mendengar istri mereka melahirkan anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena mereka merasa malu dan khawatir anak perempuannya akan membawa kemiskinan dan kesengsaraan.

Selain itu, system perbudakan juga merajalela. Budak diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi. Mereka tidak mendapatkan kebebasan untuk hidup layaknya manusia merdeka, bahkan para majikannya tidak jarang menyiksa dan pemperlakukan para budak seperti binatang dan barang dagangan dijual atau dibunuh semaunya.

Tapi dibalik itu semua, sesugguhnya sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki berbagai sifat dan karakter yang positif, seperti sifat pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpin, ramah tamah, mahir dalam bersyair dan sebagainya. Namun sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka yakni ketidakadilan, kejahatan dan keyakinan terhadap takhayul.

2. Pengembangan Misi Islam Periode Mekkah

a. Langkah Awal Dakwah Nabi Muhammad

Dengan turunnya wahyu pertamaitu, berarti Muhammad SAW telah dipilih Allah untuk menjadi nabi dan rasul. Dilanjutkan dengan wahyu yang kedua, mulailah Nabi melakukan dakwah. Langkah pertama yang dilakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan keluarga dan dikalangan rekan-rekannya. Hal itu dilakukan karena selain perintah Allah, juga pada kenyataannya Muhammad belum mempunyai pengikut yang dapat membantunya untuk menyebarkan ajaran Islam. Dari dakwah tersebut dikenal adanya sebutan Assabiqunal Awwalun,yakni orang-orang yang pertama memeluk Islam.

Setelah beberapa lama Rasulullah melaksanakan dakwah secara rahasia turunlah perintah agar beliau malakukan dakwah secara terbuka di hadapan umum. Hal ini dituturkan dalam al-Qur’an surah al-Hijr ayat 94.

Dakwah secara terbuka yang pertama dilakukan dengan menguindang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bnai Muthalib dan seterusnya menyeru kepada masyarakat umum.

b. Respon Masyarakat Mekkah terhadap Dakwah Nabi Muhammad

Dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah SAW, baik secara diam-diam maupun secara terbuka, mendapat tanggapan yang beragam, ada yang menerima dan banyak pula yang menolak. Sejumlah kecil mereka yang menerima ajaran Islam adalah para sahabat dan keluarga dekat Nabi SAW, meskipun ada juga keluarga dekat yang menolak, misalnya Abu Lahab.

Meskipun bisa dikatakan bahwa masyarakat Arab di kota Mekah ada yang menerima ajaran Islam secara ikhlas, tetapi pada umumnya masyarakat Arab kota Mekah menolak dan tidak menghendaki kehadiran Islam dan umat Islam di kota tersebut. Hal ini dapat diketahui dari berbagai penghinaan bahkan ancaman pembunuhan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan umat Islam.

E. Masa Nabi Muhammad di Madinah

1. Masyarakat Madinah Pra Islam

a. Kepercayaan Masyarakat Madinah Pra Islam

Sebelum agama Islam datang di Yatsrib, kota ini telah dihuni oleh berbagai komunitas dan agama. Ada yang berasal dari komunitas etnis Arab, baik dari Arab Selatan maupun Utara, juga ada yang berasal dari komunitas Yahudi.

Agama yang dianut sebagian besar masyarakat kota ini adalah agama Yahudi dan Nasrani, selain agama Pagan. Agama Pagan adalah kepercayaan kepada benda-benda dan kekuatan alam, seperti matahari, bintang-bintang, bulan dan sebagainya.

Agama Yahudi masuk kota Yastrib berbarengan dengan masuknya para imigran dari wilayah utara sekitar abad ke-1 dan ke-2 M. mereka pindah ke Yastrib untuk melepaskan diri dari penjajahan Romawi, ketika itu pemerintahan Romawi menindak keras bangsa Yahudi yang mencoba melakukan pemberontakan. Diantara suku-suku yang menganut agama Yahudi adalah Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Bani Quraydhah. Mereka inilah yang mempertahankan kepercayaan hingga Islam datang. Sementara penganut agama Nasrani merupakan kelompok minoritas. Mereka berasal dari kelompok Bani Najran. Masyarakat Bani Najran memeluk Kristen pada tahun 343 M ketika kelompok missionaris Kristen dikirim oleh Kaisar Romawi untuk menyebarkan agama Nasrani di wilayah itu.

b. Kondisi Sosial Masyarakat Madinah Pra Islam

Sebelum kedatangan agama Islam Madinah bernama Yastrib. Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di propinsi Hijaz. Kota yang strategis dalam jalur perdagangan yang menghubungkan antara kota Yaman di selatan dan Syiria di utara. Selain itu, Yastrib merupakan daerah subur di Arab yang dijadikan sebagai pusat pertanian, sebagian besar kehidupan masyarakat kota ini hidup dari bercocok tanam, selain berdagang dan beternak.

Karena letaknya yang strategis dan berlahan subur, maka tak heran kalau banyak penduduk yang berasal bukan dari wilayah itu. Hampir dapat dipastikan sebagian besar dari mereka adalah para pendatang yang bermigrasi dari wilayah utara atau selatan. Pada umumnya mereka pindah karena persoalan politik, ekonomi atau persoalan-persoalan kehidupan lainnya, misalnya bangsa Yahudi dan bangsa Arab Yaman.

Kalau bangsa Yahudi ke Yastrib karena persoalan politik yaitu penjajahan Romawi, sedangkan bangsa Arab datang ke Yastrib karena negerinya dilanda bencana alam, berupa hancurnya bendungan Ma’arib yang dibangun sejak masa Ratu Bilqis ketika kerajaan Saba’ masih berjaya. Selain persoalan itu, alasan yang lain karena persoalan konflik politik yang berkepanjangan yang melanda negara dan bangsa mereka. Dua suku besar yang berhasil masuk dan menetap di Yastrib adalah suku ‘aus dan Khazraj.

Pada awalnya kedua suku bangsa ini, yaitu Yahudi dan Arab dapat hidup secara berdampingan, saling menghormati satu sama lain,namun dalam perkembangan selanjutnya, ketika bangsa Arab melebihi jumlah penduduk bangsa Yahudi, mulai timbul kecurigaan dan saling ancam. Ketegangan ini berawal dari sikap bangsa Yahudi yang sangat sombong. Mereka menyombongkan diri sebagai manusia pilihan Tuhan karena dari suku mereka banyak diutus para nabi dan rasul. Selain itu mereka adalah penganut agama tauhid, sementara masyarakat arab adalah penyembah berhala.

2. Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad di Madinah

Kehadiran nabi Muhammad dan Umat Islam di kota Madinah menandai zaman baru bagi perjalanan dakwah Islam. Umat Islam di kota Madinah tidak lagi banyak mendapat gangguan dari masyarakat kafir Quraisy, karena mereka mendapat perlindungan dari penduduk Madinah yang muslim.

Dengan diterimanya Nabi Muhammad dan umat Islam oleh masyarakat Madinah, maka Nabi saw memberikan gelar kepada umat Islam Madinah dengan sebutan Kaum Anshar, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi penolong, sementara umat Islam yang datang dari Mekah deberi nama Kaum Muhajirin. Melihat keadaan seperti itu, Nabi Muhammad berusaha meempersiapkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk kepentingan dakwah Islam.

Langkah-langkah tersebut antara lain :

a. Membangun masjid

Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad setibanya di Madinah adalah membangun Masjid Nabawi yang didirikan pada sebuah tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh Nabi untuk pembangunan masjid dan untuk tempat tinggal. Masjid yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat, juga dipergunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran keagamaan, mengadili berbagai perkara yang muncul di masyarakat, musyawarah dan lain sebagainya.

Berdirinya masjid tersebut bukan saja merupakan tonggak berdirinya masyarakat Islam, tetapi juga merupakan titik awal pembangunan kota.

b. mempersaudarakan kaum muslimin

langkah konkrit yang dilakukan Nabi Muhammad adalah mempersaudarakan kaum muslimin yang berasal dari Mekah (kaum muhajirin) dengan kaum muslimin Madinah (kaum Anshar). Dengan persaudaran tersebut, Nabi telah menciptakan suatu persaudaraan baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan yang berdasarkan darah. Nabi Muhammad mengajak kaum muslimin supaya masing-masing bersaudara demi Allah.

c. perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah

langkah selanjutnya yang dilakukan Nabi Muhammad adalah bermusyawarah dengan para sahabat baik muhajirin maupun anshar. Musyawarah itu untuk merumuskan pokok-pokok pemikiran yang akan dijadikan undang-undang. Rancangan ini memuat aturan yang berkenaan dengan orang-orang Muhajirin, Anshar dan masyarakat Yahudi yang bersedia hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam. Undang-undang tersebut kemudian dikenal sebagai sebuah Piagam Madinah.

d. pembangunan bidang social dan pemerintahan

pada awalnya, seluruh masyarakat menerima kedatangan Nabi dan umat Islam, namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka. Untuk mengatasi masalah tersebut, Nabi mencoba menata system social agar mereka dapat hidup damai dan tenteram melalui pigam Madinah tersebut.

Kebijakan Nabi Muhammad dalam piagam tersebut membuat posisinya semakin tinggi dan dihormati disemua lapisan masyarakat. Apalagi semua persoalan yang tidak dapat diselesaikan lewat musyawarah, diserahkan kepada keadilan dan kebijaksanaan Nabi. Posisi ini tentu saja membuat diri beliau menjadi pemimpin tertinggi di Madinah dan berhak membuat peraturan, baik untuk kepentingan social maupun kepentingan Negara.

3. Respon Masyarakat Madinah terhadap Dakwah Nabi Muhammad

Sejak Nabi Muhammad tinggal menetap di Madinah, beliau terus berusaha menyebarkan ajaran Islam kepada semua penduduk di kota tersebut, termasuk kepada penduduk Yahudi, Nasrani dan penyembah berhala. Hal itu beliau lakukan tanpa mengenal lelah dan tidak mengenal takut, apalagi putus asa. Dakwah beliau mendapat sambutan yang beragam, ada yang menerima dan kemudian masuk Islam dan ada pula yang menolak secara diam-diam, misalnya, orang-orang Yahudi yang tidak senang dengan kehadiran Nabi dan umat Islam. Penolakan ini mereka lakukan secara diam-diam karena mereka tidak berani berterus terang untuk menentang Nabi dan umat Islam yang mayoritas tersebut.

Masyarakat Madinah menyambut baik kedatangan Nabi dan umat Islam di Madinah, terutama kabilah Aus dan Khazraj. Kedua suku tersebut sejak awal telah menyatakan kesetiaannya kepada Nabi dan bersedia membantu beliau dalam menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Madinah. Sementara kelompok masyarakat Yahudi Madinah sejak awal memang sudah kurang peduli dengan kedatangan nabi dan umat Islam karena mereka menduga posisi mereka akan bergeser.

Pada awalnya orang Yahudi menerima apa yang terjadi karena untuk alas an keamanan dan politik. Namun sekutu mereka, yaitu Aus dan Khazraj telah memeluk Islam, sehingga kedua suku ini tidak lagi membutuhkan bantuan masyarakat Yahudi. Dari sinilah muncul benih-benih permusuhan antara umat Islam dengan Yahudi di Madinah. Mereka mulai membujuk anggota kedua suku tersebut yang telah masuk Islam untuk kembali ke agama lama mereka dan bersatu menyerang ajaran-ajaran Islam dengan maksud menghalangi penyebaran Islam ke masyarakat lain.


DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, 1, Jakarta, Pustaka Al-Husna,1983.

Muradi, H.,Dr.,MA,. Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah kelas VII, PT. Karya Toha Putra, Semarang,2009.

Yatim, Badri, Dr., MA., Sejarah Peradapan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Departeman Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan, Bagian Proyek Buku Agama Pendidikan Dasar Jakarta, Ensiklopedi Islam 2, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2002.

Departeman Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan, Bagian Proyek Buku Agama Pendidikan Dasar Jakarta, Ensiklopedi Islam 3,PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2002.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 2009

1 komentar:

  1. blog di buat untuk kemaslahatn bersama, dan semoga bermanfaat. amin

    BalasHapus